BENTUK BENTUK
KERJASAMA USAHA
Bentuk KSU terdiri dari 2 (dua) kelompok yakni:
1.
Kerjasama yang
mempengaruhi status kepemilikan asset, terdiri dari:
1)
BOT (Built,
Operate, Transfer (BOT)
Bentuk KSU dimana Perusahaan menyerahkan konsesi segmen usaha
tertentu kepada BHI dan BHI menanamkan modalnya serta mengoperasikan segmen
usaha dimaksud untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan imbalan "bagi
hasil dari pendapatan" kepada Perusahaan. Setelah masa kerjasama berakhir
BHI menyerahkan seluruh asset yang telah dibangun/disediakan dan dioperasikan
tersebut kepada Perusahaan.Contoh:
BHI
dengan biaya sendiri membangun dan mengoperasikan terminal penumpang berikut
fasilitas pendukungnya diatas tanah milik Perusahaan. Selama masa pengoperasian
terminal penumpang oleh BHI, Perusahaan memperoleh bagi hasil dari pendapatan
sebesar persentase tertentu sesuai kesepakatan. Setelah masa kerjasama
berakhir, BHI menyerahkan asset serta pengoperasian terminal penumpang beserta
kelengkapannya tersebut kepada Perusahaan.
2)
Built, Transfer, Operate
(BTO)
Bentuk KSU dimana BHI
sebagai pengembang fasilitas mengalihkan status kepemilikan fasilitas kepada
Perusahaan segera setelah dibangun dan selanjutnya Perusahaan memberikan izin
kepada BHI untuk mengoperasikan fasilitas tersebut selama jangka waktu tertentu
sebagai kompensasi atas investasi yang telah ditanamkan. Atas kerjasama ini Perusahaan akan memperoleh
imbalan berupa "bagi hasil dari
pendapatan".
Contoh:
BHI
dengan biaya sendiri membangun fasilitas gudang diatas tanah milik Perusahaan
dan kemudian menyerahkan asset gudang tersebut kepada Perusahaan. Selanjutnya
BHI mengoperasikan gudang tersebut untuk jangka waktu tertentu sesuai
kesepakatan. Selama masa pengoperasian oleh BHI, Perusahaan memperoleh
"bagi hasil dari pendapatan".
3)
Penyertaan
Modal (PM) .
Bentuk KSU yang dilakukan oleh Perusahaan dengan BHI melalui
penyertaan modal dari pihak satu ke pihak yang lain dimana pihak yang
menanamkan modal memperoleh sejumlah saham sebagai tanda penyertaan dengan
maksud dapat ikut berperan dalam penentuan kebijakan menejemen. Dalam kerjasama
ini pihak yang menyertakan modal memperoleh dividen sebagai imbalannya.
Contoh:
Perusahaan atau BHI menanamkan modalnya pada suatu kegiatan usaha
tertentu milik BHI atau milik Perusahaan dan pihak yang menanamkan modalnya
memperoleh sejumlah saham dan setiap tahun pada tanggal dan bulan tertentu
pemegang saham memperoleh dividen dalam jumlah tertentu sesuai keuntungan dari
kegiatan tersebut.
4)
Perusahaan Patungan (PP)
Bentuk KSU yang dilakukan
oleh Perusahaan dengan BHI dimana masing-masing pihak menyertakan modal dan
atau sumber daya lainnya untuk membentuk suatu "badan usaha" baru
yang mandiri. Apabila dalam pengoperasiannya badan usaha dimaksud memperoleh
keuntungan atau kerugian, maka kedua belah pihak akan memperoleh imbalan berupa
profit sharing atau menanggung resiko
kerugian sesuai kesepakatan berdasarkan penyertaan masing-masing pihak.
Contoh:
Perusahaan dan BHI
secara bersama-sama membentuk suatu Badan Hukum Indonesia untuk melakukan suatu
kegiatan usaha tertentu dan masing-masing pihak menyerahkan modalnya dengan
pembagian resiko yang sebanding dengan modal. Apabila usaha tersebut memperoleh
keuntungan, maka masing-masing pihak memperoleh bagian tertentu dari
keuntungan, sesuai penyertaan modalnya. Apabila usaha tersebut mengalami
kerugian, maka pembebanan kerugian terhadap masing-masing pihak sesuai dengan
yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar perusahaan baru tersebut.
2.
Kerjasama yang tidak mempengaruhi status kepemilikan
asset, meliputi:
1) Built, Operate,
Own (BOO)
Bentuk
KSU dimana Perusahaan menyerahkan
konsesi segmen usaha tertentu kepada BHI, selanjutnya BHI menanamkan modalnya
serta mengusahakan/ mengoperasikannya untuk jangka waktu tertentu. Perusahaan
memperoleh imbalan berupa royalti atas
penyerahan konsesi segmen usaha tersebut serta menentukan persyaratan lainnya,
seperti lay out dan konstruksi pembangunan, tarif, pemasaran dan lain-lain.
Contoh:
BHI menanamkan modalnya pada suatu segmen usaha tertentu dan selanjutnya mengoperasikan fasilitas tersebut bekerjasama dengan Perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Selama masa pengoperasian tersebut, Perusahaan mendapatkan royalty yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan sesuai kesepakatan. Apabila jangka waktu kerjasama telah berakhir, maka fasilitas dimaksud sepenuhnya menjadi milik BHI.
BHI menanamkan modalnya pada suatu segmen usaha tertentu dan selanjutnya mengoperasikan fasilitas tersebut bekerjasama dengan Perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Selama masa pengoperasian tersebut, Perusahaan mendapatkan royalty yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan sesuai kesepakatan. Apabila jangka waktu kerjasama telah berakhir, maka fasilitas dimaksud sepenuhnya menjadi milik BHI.
2)
Built, Operate, Lease (BOL)
Bentuk KSU dimana
Perusahaan menyerahkan konsesi segmen usaha tertentu kepada BHI. Selanjutnya
BHI menanamkan modalnya dalam bentuk asset tertentu serta mengusahakan/mengoperasikannya
dalam jangka waktu tertentu. Setelah masa pengoperasian oleh BHI berakhir,
asset tersebut di"leasing"kan
oleh BHI kepada Perusahaan. Selama masa pengoperasian oleh BHI Perusahaan memperoleh
imbalan berupa concession fee.
Sedangkan pada masa leasing BHI menerima
imbalan dari Perusahaan berupa sewa (lease)
atas asset tersebut.
Contoh :
BHI
menanamkan modalnya pada suatu segmen usaha tertentu dan selanjutnya
mengoperasikan fasilitas tersebut
bekerjasama dengan Perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Selama masa
pengoperasian tersebut, Perusahaan mendapatkan concession fee yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase
tertentu dari pendapatan sesuai kesepakatan. Apabila dalam jangka waktu
kerjasama telah berakhir, maka fasilitas dimaksud dioperasikan oleh Perusahaan
secara leasing dengan memberikan imbalan
kepada BHI berupa sewa (lease) untuk jangka waktu tertentu yang
besarnya sesuai kesepakatan, dan setelah jangka waktu sewa dimaksud berakhir
maka asset yang dioperasikan sepenuhnya menjadi milik Perusahaan.
3)
Kerjasama Menejemen (KM)
Bentuk KSU yang dilakukan
oleh Perusahaan dengan BHI untuk mengelola suatu kegiatan usaha tertentu dan
dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan pegawai, baik dalam bidang operasi, produksi, usaha pemasaran,
sumber daya manusia, keuangan dan akuntansi, organisasi dan menejemen, hukum
dan hubungan masyarakat, sistem informasi, maupun dalam bidang pengkajian dan
pengembangan. Pihak yang memberikan jasa menejemen dalam kerjasama ini akan
memperoleh imbalan berupa service fee.
Contoh :
Perusahaan menyerahkan
kepada BHI melalui kerjasama pengelolaan/menejemen suatu segemen usaha
tertentu, dengan ketentuan bahwa BHI dimaksud telah berpengalaman dan sukses
dalam mengelola jenis usaha tersebut. Atas jasa pengelolaan/menejemen yang
diberikan oleh BHI, maka Perusahaan memberikan imbalan berupa service fee yang besarnya sesuai dengan
kesepakatan
4)
Kerjasama Pelayanan Jasa
(KPJ)
Bentuk KSU dimana
Perusahaan bersama-sama dengan BHI
mengusahakan fasilitas, peralatan atau segmen usaha tertentu milik BHI atau
untuk melayani kepentingan BHI untuk jangka waktu tertentu dengan pembagian
pendapatan atau imbalan jasa (revenue
sharing) yang disepakati oleh
kedua belah pihak.
Dalam bentuk kerjasama ini
pada prinsipnya Perusahaan tidak mengeluarkan investasi untuk pengadaan atau
penyediaan fasilitas/alat yang dikerjasamakan.
Bentuk Penerimaan Hasil Kerjasama
Usaha
Hasil Kerjasama Usaha dapat berupa:
a.
Revenue sharing (bagi
hasil pendapatan).
b.
Royalti
c.
Concession fee.
d.
Profit sharing (bagi hasil
keuntungan).
e.
Dividen.
f.
Service fee.
g.
Kompensasi (ganti rugi).
K. TEREND YANG
MEMPENGARUHI PENGELOLAAN PELABUHAN
Pengelolaan pelabuhan mengalami
perkembangan sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi. Paling tidak, ada
tujuh trend perkembangan yang akan memengaruhi pengelolaan pelabuhan di masa
mendatang.
1. Globalisasi akan Terus Berlanjut
Hingga sepuluh tahun mendatang, globalisasi
akan terus berjalan, sehingga aktivitas perekonomian antar negara semakin
meningkat. Nilai perdagangan dunia akan semakin meningkat seiring spesialisasi
peran yang terjadi, dengan negara-negara seperti China dan India akan berperan sebagai
pusat pabrikasi produk-produk yang dikonsumsi negara maju seperti Amerika
Serikat dan Uni Eropa. Peranan Amerika Serikat sebagai motor perdagangan dunia
diperkirakan masih terus mendominasi. Perdagangan dunia akan semakin bebas,
hambatan akan semakin berkurang dan biaya transportasi akan semakin murah.
Ditambah dengan proses produksi yang akan banyak direlokasi ke tempat-tempat
berbiaya murah di negara berkembang. Semua trend ini akan memacu pertumbuhan
arus pergerakan barang dunia. Ekspansi kegiatan ekonomi dunia ke depan akan
terpusat di Asia (khususnya China). Hal ini akan membuat perubahan mendasar
pergerakan produksi dan perdagangan dunia. Industri yang bergerak di bidang
kontainer akan diuntungkan dengan perkembangan ini, demikian pula sektor distribusi.
Kondisi ini memberikan kesempatan bagi pelabuhan yang mampu meningkatkan
kapasitasnya dalam menangani arus produksi dan perdagangan. Namun, juga membawa
tantangan dalam pengembangan ruang pelabuhan, jalur koneksi ke darat (hinterland),
kualitas lingkungan hingga tingkat keamanan.
2. Konsolidasi Industri akan Semakin Pesat
dan Meningkatkan Persaingan
Dalam perkembangan ke depan, seluruh pemain
yang terkait di sektor pelabuhan dan perkapalan akan semakin terkonsentrasi
melalui aktivitas merger dan akuisisi. Konsekuensi dari kondisi ini akan
meningkatkan kompetisi di antara pelabuhan. Merger, khususnya lintas negara,
akan semakin mengurangi keterikatan perusahaan pengelola pelabuhan dengan suatu
negara tertentu dan hal ini dapat membuat mereka dapat menangani secara kritis
tingkat price-quality ratio, kualitas layanan dan iklim ekonomi di suatu
lokasi secara obyektif.
3. Skala Kapal dan Arus Lalu-Lintas
Pelayaran akan Meningkat Pesat
Trend saat ini menunjukkan semakin
meningkatnya skala (ukuran/dimensi) kapal dan arus lalu lintas pelayaran. Hal
ini membuat tingkat aksesibilitas suatu pelabuhan menjadi hal yang sangat
penting. Akses kelautan yang mudah (nautical access), tingkat kedalaman
perairan, dan kualitas sistem kendali pelayaran (Vessel Traffic Guidance
System) akan menjadi sebuah keharusan bagi suatu pelabuhan untuk dapat
sukses pada era ini.
4. Meningkatnya Regulasi Internasional
Pada masa depan trend menunjukkan bahwa
berbagai aturan dan regulasi akan semakin ditentukan oleh organisasi
internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Akibatnya,
pengaruh pemerintah nasional suatu negara terhadap regulasi di pelabuhan akan
semakin berkurang.
5. Meningkatnya Tuntutan Keamanan
Keamanan pelabuhan akan terus mengalami
tekanan untuk ditingkatkan seiring desakan internasional akan kemungkinan
terjadinya terorisme dan penyebaran wabah penyakit. Keamanan pelabuhan akan
menjadi faktor utama dalam penentuan lokasi bisnis dalam kegiatan investasi
multinasional. Kemampuan dalam penyediaan keamanan perairan, transportasi dan
lingkungan yang kondusif bagi berjalannya bisnis akan memberikan kesempatan
pelabuhan untuk dapat berkembang.
6. Semakin Terbatasnya Lahan dan
Meningkatnya Isu Lingkungan Hidup
Meningkatnya arus perdagangan dunia akan
meningkatkan permintaan akan lokasi industri. Pertumbuhan lalu lintas pelayaran
beserta infrastruktur pendukungnya juga akan meningkatkan permintaan akan
lahan. Terlebih lagi, aturan pemeliharaan lingkungan hidup juga akan semakin
ketat. Semua ini akan membatasi peluang pelabuhan dalam mengembangkan
kapasitasnya.
7. Kualitas Ekonomi & Tenaga Kerja
Regional
Daya saing suatu pelabuhan ditentukan oleh
perkembangan ekonomi regional di lokasi tersebut. Semakin tinggi perkembangan
ekonomi maka akan semakin pesat pula perkembangan kegiatan perdagangan dan
meningkatkan aktivitas pelabuhan. Faktor tenaga kerja juga akan menentukan
tingginya daya saing pelabuhan. Biaya tenaga kerja, hubungan industrial,
ketersediaan tenaga kerja terlatih dan fasilitas pelatihan akan menjadi faktor
penentu utama suatu bisnis dalam menentukan lokasi usahanya.
2
Faktor-Faktor Kunci dalam Pengembangan Pelabuhan
Menyimak trend perkembangan pelabuhan dunia
yang sudah dibahas sebelumnya, maka dapat dirumuskan empat faktor kunci yang
harus menjadi perhatian utama dalam setiap usaha pengembangan bisnis pelabuhan.
Keempat faktor kunci tersebut adalah:
1. Kontainerisasi
Kontainerisasi (atau penggunaan kontainer
dalam kargo angkutan laut) telah meningkatkan efisiensi dalam penangangan
kargo. Dahulu, diperlukan sekitar 14-15 pekerja, dibantu 1 buah crane untuk
menangani sekitar 20-30 ton kargo/jam. Sementara dengan penggunaan kontainer,
hanya dengan 1 gantry crane sudah mampu menangani 25-30 kontainer/jam,
yang berarti setara dengan 500-600 ton kargo. Dan kegiatan ini membutuhkan
lebih sedikit tenaga kerja, hanya sekitar 9 orang Implikasinya, kapal, terminal
dan peralatan bongkar muat harus diadaptasi untuk mengakomodasi kontainerisasi
secara efektif dan efisien. Meningkatnya kontainerisasi juga membawa trend
semakin besarnya ukuran/dimensi kapal pengangkut kontainer. Awalnya kapal
kontainer hanya mampu membawa hingga 1000 box, sekarang sudah mampu mengangkut
5000-8000 box. Ke depan, kapal sekelas Ultra Super Post Panamax akan sanggup
mengangkut 11000-12000 box. Hal ini menuntut kesiapan khusus bagi pelabuhan
yang berniat melayaninya.
2. Infrastruktur yang Memadai
Walaupun “general cargo” masih mendominasi
pangsa barang yang dikapalkan, namun “bulk cargo” yaitu barang yg tidak cocok
untuk dimuat dalam kontainer seperti minyak mentah, bijih besi, batu bara dan
komoditi pertanian juga masih besar pangsanya. Untuk dapat menangani “bulk
cargo” (bahan baku dan produk semacam itu) suatu terminal memerlukan peralatan
dan sistem tersendiri. Desakan pengembangan infrastruktur juga datang sebagai
akibat semakin besarnya ukuran kapal. Sehingga besaran, lebar, hingga kedalaman
saluran utama menuju pelabuhan harus senantiasa diadaptasi untuk memastikan
keamanan pelayaran. Alat-alat navigasi juga harus tersedia dan dipelihara.
Selain itu, pelabuhan harus memiliki infrastruktur fisik pelindung untuk
memfasilitasi keamanan pelayaran di kondisi cuaca dan gelombang laut yang buruk
sekali pun. Sementara di darat, ketersediaan dan penataan yang baik atas sistem
jalan, jalur kereta api dan sarana transportasi lain dari dan menuju pelabuhan
menjadi tuntutan tidak hanya untuk alasan efisiensi pelayanan namun juga untuk
keamanan.
3. Peningkatan Keamanan Pelabuhan
Sejak September 2001, keamanan pelabuhan
telah menjadi isu prioritas dalam perdagangan internasional. Rawannya suatu
pelabuhan terhadap aksi terorisme telah menjadikan daya saing suatu negara
berkurang. Hal ini karena posisi pelabuhan yang strategis sebagai pintu masuk
dari suatu negara. Sejak Juli 2004, sistem keamanan 3 transportasi maritim
internasional yang baru telah dicetuskan IMO, dengan seluruh pelabuhan dan
kapal yang terlibat dalam aktivitas perdagangan internasional wajib
mengikutinya. Hal ini harus diperhatikan terutama bagi pelabuhan yang ingin
berkembang sebagai pelabuhan internasional
4. Perkembangan Teknologi
Otomatisasi operasional terminal pelabuhan
sudah menjadi prasyarat untuk bersaing. Kegiatan bongkar muat kontainer kini
semakin otomatis dengan bantuan komputer. Di beberapa pelabuhan besar dunia,
begitu kontainer diturunkan dari kapal, maka Automatically Guided Vehicle (AGV)
sudah siap untuk membawanya secara otomatis ke tempat yang ditentukan tanpa
satu orang pengemudi pun Akses yang lebih baik ke moda transportasi lain
seperti jalur kereta api, jalan tol, jalur pelayaran sungai ataupun antar
pantai juga sangatlah penting. Saat ini pelabuhan harus dapat berperan sebagai
pusat logistik dalam jaringan rantai pasokan global jika ingin sukses. Selain
itu, pelabuhan harus mampu mempermudah segala “paperwork” yang diperlukan untuk
urusan otoritas pelabuhan, bea cukai, syahbandar, keamanan laut, imigrasi, dan
lainnya. Pada masa sekarang, sebuah kapal harus difasilitasi untuk dapat
mengurus dan mendapat pengesahan atas berbagai dokumen yang diperlukan secara online
melalui “single window” website.
No comments:
Post a Comment