STRATEGI PERCEPATAN TOL LAUT
Medan, 11 juni 2016 — Semenjak
tercetusnya gagasan Tol laut oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
(Jokowi) merupakan gagasan yang sangat trategis untuk meningkatkan daya saing
ekonomi masing-masing wilayah di Indonesia , perbedaan terhadap biaya logistik
yang begitu besar membuat pembangunan di daerah-daerah terpencil mengalami
hambatan. Ide pembangunan Tol Laut menjadi sebuah karya besar bagi sebuah
perencanaan pembangunan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Melihat dari berbagai sisi moda
transportasi ( Darat, Laut dan Udara), angkutan laut merupakan moda
transportasi yang efektif dan efisien disamping moda transportasi darat sebagai
pendukung, Untuk menciptakan Tol Laut sangat dibutuhkan Menejemen Pelabuhan
yang handal, untuk itu diperlukan Terminal Pelabuhan yang khusus menangani
barang-barang tertentu misalnya terminal penumpang, Terminal Petikemas,
terminal barang curah cair. Terminal barang curah kering dan terminal barang
general cargo. Dalam pengoperasian terminal tersebut diperlukan menejemen yang
handal, sehingga barang dapat dilakukan bongkar muat lebih cepat, murah dan
aman.
Ada beberapa model pengoperasian yang ada saat ini, namun dirasa belum
cukup memberi dampak yang cukup berarti, tingginya Dwelling Time Time barang
(lamanya barang menumpuk) di pelabuhan menunjukkan masih lemahnya menejemen
pelabuhan saat ini. Upaya-upaya penekanan biaya dipelabuhan terus dilakukan
oleh pemerintah dengan membangun fasilatas pelabuhan antara lain dengan menciptakan pelabuhan Hub Port di Indonesia antara
lain : Pelabuhan Belawan / Kuala Tanjung ,Tanjung Priok / Kali Baru ,Tanjung
Perak ,Makassar dan Bitung dengan kunjungan kapal Mother Vessel atau ukuran
kapal besar dengan muatan lebih besar, dan untuk menyalurkan barang-barang ke
daerah terpencil di perlukan pelabuhan Feeder Port dan pemerintah telah menentukan pelabuhan
tersebut antara lain : Malahayati, Batu Ampar Batam ,Teluk Bayur ,Jambi
,Palembang ,Panjang ,Tanjung Emas Semarang ,Pontianak ,Sampit ,Banjarmasin,
Kariangau Balikpapan ,Palaran Samarinda ,Pantoloan, Kendari ,Tenau Kupang
,Ternate ,Ambon ,Sorong dan Jayapura,
Namun demikian masih ada beberapa hal yang terlupakan oleh pemerintah yaitu
sistem manajemen terminal yang belum tertata dengan baik, sebuah konsep Central
poin Traffik menejemen Cargo, sebuah sistim terpadu pengambilan barang-barang
atau petikemas dipelabuhan. Sampai saat
ini belum diatur regulasinya, tarif terhadap biaya pengangkutan barang dari
pelabuhan ke tempat tujuan belum diatur oleh pemerintah sehingga persaingan
yang begitu tajam membuat ketidakpastian ongkos angkutan barang ke tempat
tujuan , sedangkan untuk tarif angkutan darat misal kereta api dari Jakarta –
Yogyakarta- Jawa Timur sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini oleh
direksi PT Kereta Api. Sebagai upaya penekanan persaingan yang tidak sehat
perlu menetapkan tarif angkutan barang dari pelabuhan ( terminal ) ke tempat tujuan misalnya dari
Terminal Petikemas Tanjung Priok ke Kawasan Industri Pulo Gadung atau dari
Terminal Petikemas Belawan ke Kawasan Industri I Medan. Penetapan tarif
tersebut akan memberikan kepastian bagi pemilik barang atas biaya pengangkutan
sekaligus mempercepat kegiatan bongkar muat barang dipelabuhan. Dengan
terciptanya tarif angkutan barang di pelabuhan , adanya stasion armada dan
Surat Perintah pengeluaran Baran atau SP2 akan mempersingkat Dwelling Time
barang di pelabuhan. Antrian panjang armada pengangkutan barang dipelabuhan
akibat pemilik barang menentukan armada yang akan membawa barannya sampai
tempat tujuan, sedangkan barangnya seringkali tidak berada tepat diatas, bahkan
barangnya berada di paling bawah, sehingga perlu pembongkaran ektra atau
pemindahan barang lainnya, sehingga memakan waktu lama untuk mengangkut satu
jenis barang saja. Dalam Central poin Traffik menejemen Cargo diatur antara
lain ( Stasion armada, Tarif ditentukan, Surat Perintah Pengeluaran Barang)
menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah, sehingga akan mempermudah
pengeluaran barang dan bongkar muat dipelabuhan, sulitnya menentukan barang
yang keluar, berdampak besar terhadap kinerja Bongkar Muat Barang di pelabuhan.
Dengan sistem Central poin Traffik menejemen Cargo, pemilik barang menunggu
barang sampai tempat tujuan dan paling lama barang sampai tempat tujuan tiga
hari setelah barang dibongkar dari kapal, karena Central poin Traffik menejemen
Cargo akan mengatur semuanya baik armada, maupun SP2 nya. Sebagai ilustrasi Central
poin Traffik menejemen Cargo :
No comments:
Post a Comment