b. Pola
penataan system pentarifan
1) Pentarifan
dengan pola “Production Line”. Yaitu pola pentarifan
berdasarkan “Line of Business” yang dikaitkan dengan pola
standarisasi produktivitas dari masing-masing aktivitas pelayanan jasa
kepelabuhanan, meliputi kegiatan secara terus menerus (continues
activity), kegiatan secara bertahap/ berkala dan kegiatan antara terus
menerus dan bertahap.
Pola tersebut akan membutuhkan :
a) Tarif
Diferensiasi
Yaitu pola penetapan tariff menurut aktivitas pelayanan dikaitkan
dengan segmentasi pasar
b) Tarif
Progresif
Yaitu pola penetapan tariff menurut dimensi waktu
c) Tariff
Reward dan Penalty
Yaitu pola penetapan tariff melalui discount tariff kepada
kegiatan yang mencapai target operasi dan tariff penalty kepada pengguna jasa
yang tidak mencapai target operasi.
d) Tarif
Paket
Yaitu pola penetapan tariff dengan memberikan kemudahan bagi pengguna
jasa melalui pembayarab secara paket kegiatan tertentu.
2) Formulasi
Penyesuaian Tarif secara Berkala
Dalam rangka mengantisipasi semakin tertinggalnya waktu
pemberlakuan tariff dengan kenaikan harga-harga secara umum, maka perlu
ditetapkan pola penetapan tariff melalui bentuk formulasi yang memperhitungkan
kenaikan variable terkait.
3) Tarif
Promosi
Pada kondisi dimana suatu pelabuhan memiliki potensi pertumbuhan
pelayanan, namun karena kondisi tertentu, kenaikan throughput tidak sebanding
dengan fasilitas yang tersedia, maka dalam rangka optimalisasi fasilitas dan
peralatan diperlukan kebijakan penetapan tariff promosi untuk merangsang
pengguna jasa menggunakan fasilitas dan peralatan pelabuhan.
4) Tarif
Pelabuhan Cabang dan Tarif Individu
Pada kondisi jenis pelayanan tertentu sering kali memiliki
variabilitas yang tinggi untuk masing-masing Cabang Pelabuhan, seperti missal
untuk jenis pelayanan air, listrik dan telepon, maka agar besaran tariff dapat
terkait dengan biaya eksploitasi yang berlainan, diperlukan kebijakan
pentarifan dengan pola tariff pelabuhan Cabang (pemberian otonomi)
Dalam hal suatu pelabuhan memerlukan penetapan tersedniri
disbanding pelabuhan lainnya, maka diperlukan pola “individual port
tariff”
5) Terif Kesepakatan
Dimungkinkan adanya tariff berdasarkan kesepakatan dengan mengacu
pada tariff pedoman (ketentuan yang berlaku)
6) Pola
Susidi Silang
Posisi saat ini biaya pokok di pelabuhan utama disbanding dengan
pelabuhan lainnya lebih kecil disbanding besaran tariff yang berlaku, sehingga
sering kali pelabuhan non utama menderita kerugian untuk itu perlu dilakukan
pola subsidi silang agar di pelabuhan non utama pola penetapan besaran tariff
bisa ditekan lebih rendah disbanding di pelabuhan utama.
8. PERBADINGAN
MEKANISME PENYESUAIAN TARIF DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
a. Mekanisme
Penyesuaian Tarif di Indonesia
Mekanisme penyesuaian tariff jasa kepelabuhanan diawali dari salah
satu atau masing-masing PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) mengajukan usulan
kepada Menteri Perhubungan dengan dilengkapi alas an-alasan dan usulan besaran
tarifnya. Selanjutnya oleh Menteri Perhubungan akan dilakukan
pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh staf Kementrian Perhubungan dengan
melibatkan unsure-unsur yang terkait seperti bagian Perencanaan, Bagian TU
BUMN, Biro Hukum dan KSLN dengan emngundang unsure Direktorat jenderal Perhubungan
Laut dan BUMN yang mengusulkan.
Dasar pertimbangan dalam penetapan tariff adalah biaya pokok per
masing-masing kegiatan yang dihitung oleh BUMN yang bersangkutan maupun
menggunakan konsultan dalam mengerjakannya.
Dari hasil pembahasan akan dihasilkan rekomendasi besaran tariff
dan pengaturannya yang diajukan kepada Menteri Perhubungan untuk mendapatkan
persetujuan. Pada tahap ini kepentingan makro ekonomia= akan
ditekankan, sehingga besaran tariff dan waktu pemberlakuan akan dipertimbangkan
secara masak-masak. Jika persetujuan dari Menteri Perhubungan telah
turun, akan dilanjutkan dengan pelaksanaan masa sosialisasi kepada pengguna
jasa pelabuhan dan selanjutnya baru ditetapkan tanggal pemberlakuan.
Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan tersebut dapat berjalan
lancer maka dibentuk sebuah tim pemantauan tariff yang akan menampung beberapa
permasalahan yang mungkin timbul yang nantinya dapat dipergunakan
sebagai bahan perbaikan system pentarifan di masa mendatang.
b. Mekanisme
Penyesuaian Tarif di Singapura
Oriantasi kebijaksanaan system pentarifan lebih diarahkan pada
peningkatan efisiensi biaya dan keefektifan system kerja, sedang untuk
merangsang pengguna jasa agar lebih banyak berkunjung, diberikan berbagai macam
potongan (discount) tariff.
Tarif jasa pelabuhan ditetapkan oleh penyelenggara pelabuhan dalam
hal ini “Port Singapore Authority (PSA)”. Proses penyesuaian tariff
diawali dengan penyusunan proposal yang disertai dengan alas an-alasannya oleh
PSA, yang selanjutnya diajuka kepada Menteri Perhubungan Singapore apakah akan
disetujui/ ditolak dengan mempertimbangkan aspek perekonomian Negara maupun
aspek keuangan Negara. Sebelum diputuskan Menteri Perhubungan akan mengusulkan
penyesuaian tariff tersebut pada siding cabinet, umumnya persetujuan tariff
dalam bentuk tariff plafond tertinggi dan jika telagh disetujui maka PSA bisa
memberlakukan tariff baru. Disitu PSA dapat menentukan discount
tariff yang diberikan kepada pengguna jasa.
Singapore menganut “individual port tariff” yang berarti mengenal
adanya pengolongan tariff, sedang struktur tariff terlihat dalam bentuk tariff
paket dan jenis tergantung dari system pengenaannya yang ditetapkan berdasarkan
tingkat penggunaan fasilitas dan jasa sesuai jenis pelayanannya.
Penetapan tariff di Singapura dilakukan dalam bentuk tariff tetap
(fixed tariff). Oleh karena Singapura mempunyai perekonomian yang
stabil, perubahan kenaikan biaya tidak banyak terjadi. Hal inilah
yang menyebabkan tariff yang berlaku dapat bertahan laman.
d) Mekanisme
Penyesuaian Tarif di Malaysia
Kebijaksaan system pentarifan jasa pelabuhan mengacu kepada
Undang-Undang tahun 1063 (by Law 1963), yang mana pengaturan dan pemberian
persetujuan tariff dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah hanya memberikan
persetujuan dalam bentuk tariff plafond tertinggi (ceiling
tariff). Sedangkan penyeleggara pelabuhan berhak menentukan besaran
tariff dibawah plafond dan berhak pula memberikan discount tariff kepada
pengguna jasa, serta penentuan kebijaksaan pengaturan yang berhubungan dengan
pola operasional pelayanan pelabuhan.
Prosedur penyesuaian tariff diawali dengan membentuk tim penyusun
usulan penyesuaian tariff yang selanjutnya hasil tim tersebut akan dibahas pada
tingkat “Port Concultative Committee”, jika disetujui akan diajukan usulan
kepada Menteri Transportasi. Menteri Transportasi akan membahas
kondisi financial, ekonomi nasional dan kondisi social yang memberikan dampak
positif dan negative bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Alaysia menganut system “individual port tariff”. Jenis
tariff ditentukan berdasarkan jenis pelayanan yang telah
ditetalkan. Struktur tariff mengenakan tariff paket yaitu berupa
potongan tariff, tergambar juga adanya beberapa tingkat tariff dari suatu jenis
tariff didasarkan pada system pungutan yang berlaku.
Malaysia menetapkan tariff berdasarkan plafond tariff
tinggi. Dalam hal ini berbarti dalam menentukan besaran tariff telah
diperhitungkan perkiraan kenaikan biaya pada satu kurun
waktu tertentu dimasa yang akan datang. Artinya, untuk 4
tahun mendatang telah dierkiranakan adanya kenaikan biaya. Oleh
sebab itu dalam penetapan tariff telah diperhitungkan kondisi tariff yang dapat
bertahan.
e) Mekanisme
Peneysuaian Tarif di Thailand
Kebijaksanaanpentarifan didasarkan pada penetapan tariff maksimum
dan minimum yang diarahkan pada kontribusi financial dan untuk kebijaksaan yang
dapat mendorong kemandirian pengembangan usaha. Perhitungan tariff
didasarkan pada :basic cost”, pada beberapa jenis tariff diberlakukan system
tariff progresif disamping tariff promosi. Dalam hal-hal tertentu
dikenakan tariff Penalty untuk menjaga system kerja yang dapat berjalan dengan
lancer.
Prosedur penentuan/ penyesuaian tariff dilakukan oleh PAT dengan Assosiasi
Shipping Co mengenai besaran tariff. Hasilnya disampaikan kepada
Menteri Transportasi untuk diteruskan kepada Director General of the Port
Authirity of Thailand yang akan membuat keputusan penetapan tariff.
Dalam proses penentuan tariff, Port Authority of Thailand
menetapkan tariff sesuai dengan tingkat tariff labuh (light dues) dan tariff
tambat (berth hire), penetapan tariff disusun dalam rencana 5 tahun yaitu,
tariff yang akan diberlakukan setiap tahunnya dari tahun 1993 samai dengan
tahun 1997. Dalam hal ini dengan adanya penetapan tariff tersebut,
berarti juga kenaikan tariff telah diketahui jauh sebelumnya oleh pemakai jasa
seperti tariff tambat di dermaga petikemas dan dermaga conventional, setiap
tahun akan naik sebesar Baht 0,50 (100 GRT/jam) atau naik 8,2% bila disbanding
tariff 1993 dengan tariff tahu 2994. Tarif jasa labuh pada tahun
1995 akan naik 33% disbanding tariff tahun 1993/1994. Demikian juga
tariff untuk tahun 1997 akan naik 25% dari tariff tahun 1996.
Perencanaan penetapan besaran tariff tersebut telah
mempertimbangkan dampak kenaikan biaya, disamping kondisi ekonomi
nasional. Perencanaan tariff demikian dapat disebut sebagai
perencanaan yang berorientasi pada makro economi policy.
Selanjutnya perlu ditambahkan disini, bahwa Thailand menganut pola
pentarifan ESCAP, dimana jenis tariff ditentukan berdasarkan pelayanan yang
diberikan, sedangkan struktur tariff menggunakan tariff paket.
Contoh Perhitungan Biaya Pokok Jasa Labuh
Dalam rangka penetapan besaran Penyesuaian Tarif
Jasa Labuh
NO
|
U R A I A N
|
BIAYA TETAP
|
BIAYA VARIABEL
|
TOTAL BIAYA
|
1
2
3
4
|
Biaya
Operasi Langsung (BOL)
i. Biaya Pegawai
j. Biaya Bahan
k. Biaya Pemeliharaan
l. Biaya Penyusutan
m. Biaya Asuransi
n. Biaya Sewa
o. Biaya Administrasi
Kantor
p. Biaya Umum
Jumlah
1
Biaya
Operasi Tidak Langsung (BOTL)
i. Biaya Pegawai
j. Biaya Bahan
k. Biaya Pemeliharaan
l. Biaya Penyusutan
m. Biaya Asuransi
n. Biaya Sewa
o. Biaya Administrasi
Kantor
p. Biaya Umum
Jumlah
2
Biaya
Penunjang Operasi
i. Biaya Pegawai
j. Biaya Bahan
k. Biaya Pemelihraan
l. Biaya Penyusutan
m. Biaya Asuransi
n. Biaya Sewa
o. Biaya Administrasi
Kantor
p. Biaya Umum
Jumlah
3
Biaya
Pengelolaan Kantor Pusat
i. Biaya Pegawai
j. Biaya Bahan
k. Biaya Pemelihraan
l. Biaya Penyusutan
m. Biaya Asuransi
n. Biaya Sewa
o. Biaya Administrasi
Kantor
p. Biaya Umum
Jumlah
4
|
Rp. 1,103,403,708
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 1,103,403,708
Rp. 551,701,854
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 551,701,854
Rp. 331,021,112
-
-
-
-
-
-
-
Rp.331,021,112
Rp. 220,680,742
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 220,680,742
|
-
-
Rp. 422,659,320
-
-
-
-
-
Rp. 422,659,320
-
-
Rp. 211,329,660
-
-
-
-
-
Rp. 211,329,660
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
|
Rp. 1,103,403,708
-
Rp. 422,659,320
-
-
-
-
-
Rp. 1,526,063,028
Rp. 551,701,854
-
Rp. 211,329,660
-
-
-
-
-
Rp. 763,031,514
Rp. 331,021,112
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 331,021,112
Rp. 220,680,742
-
-
-
-
-
-
-
Rp. 220,680,742
|
NO
|
URAIAN
|
BIAYA TETAP
|
BIAYA VARIABEL
|
TOTAL BIAYA
|
1
2
3
4
|
Biaya
Operasi Langsung (BOL)
Biaya
Operasi Tidak langsung (BOTL)
Biaya
Penunjang Operasi (BPO)
Biaya
Pengelolaan Kantor Pusat (BPKP)
Jumlah
1 s/d 4 --- > (x)
|
Rp. 1,103,403,708
Rp. 551,701,854
Rp. 331,021,112
Rp. 220,680,742
Rp. 2,206,807,416
|
Rp. 422,659,320
Rp. 211,329,660
-
-
Rp. 633,988,980
|
Rp. 1,526,063,028
Rp. 763,031,514
Rp. 331,021,112
Rp. 220,680,742
Rp. 2,840,796,396
|
Keterangan :
- Biaya
Pokok
(X) =
Rp. 2,840,796,396
- Produksi
(Y) =
35,757,187 (Jumlah GT Kapal Barang & Penumpang tahun 2010)
- Biaya
Satuan Jasa / Segmen Usaha = (Total Biaya Pokok) + margin 10 %
Produksi
= (Rp.
2,840,796,396) + (10 % x Rp.. 2.840.796.396)
35,757,187
- Biaya
Satuan Jasa ( Labuh) =
Rp. 79.45 (Dalam Negeri)
= (Rp.
79,45 x 150%)
US$.
1 = Rp. 9.000,-
= US$.
0.013 (Luar Negeri)
1. UU No 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran
2. PP Nomor
20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan
3. PM 51
TAHUN 2015 Tentang : Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
4. Peraturan
Menteri PM 10 Tahun 2016 Tentang : Tarif Angkutan Barang Di
Laut Dalam Rangka Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service
Obligation)
5. Peraturan
Pemerintah PP 64 TAHUN 2015Tentang : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
6. Peraturan
Menteri : PM 11 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan
Keagenan Kapal
7. Peraturan
Menteri : PM 12 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan
Jasa Pengurusan Transportasi
8. Peraturan
Menteri PM 20 Tahun 2016 Tentang pengelolaan Dan Pembinaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak Di Lingkungan Kementerian Perhubungan
9. Peraturan
Menteri PM 21 Tahun 2016Tentang Sistem Dan Prosedur Akuntansi Serta
Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual Di Lingkungan Kementerian Perhubungan
10. Peraturan
Menteri PM 33 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 Tentang Salvage Dan/Atau Pekerjaan Bawah Air
12. PM 69
Tahun 2015 Tentang Petunjuk pelaksanaan jenis
dan tariff atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang
berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
13. Peraturan
Menteri PM 95 TAHUN 2015Tentang Pedoman Penetapan Harga Jual
(Charge) Jasa Kepelabuhanan Yang Diusahakan Oleh Badan Usaha Pelabuhan
No comments:
Post a Comment