Medan, January 1, 2018 - Since the launching of the idea of the sea toll by the President of the Republic of Indonesia Joko Widodo (Jokowi) is a very strategic idea to improve the economic competitiveness of each region in Indonesia, the difference to the enormous logistics costs make development in the regions. remote areas are experiencing obstacles. The idea of building the Sea Tol has become a masterpiece for a development plan for all Indonesians.
Seeing from various sides of the mode of transportation (Land, Sea and Air), sea transport is an effective and efficient mode of transportation in addition to the mode of land transportation as a supporter, To create the Tol Toll is very needed Port Management is reliable, it is necessary Port Terminal special handling - certain goods such as passenger terminal, container terminal, terminal bulk liquid goods. Terminal of dry bulk goods and general cargo goods terminal. In the operation of such terminals required a reliable management, so that goods can be done loading and unloading faster, cheaper and safe.
There are several operating models that exist today, but felt not enough to give a significant impact, the high Dwelling Time Time goods (duration goods piled) in the port indicates still weak management of the current port. Efforts to emphasize the cost of dipelabuhan continue to be done by the government by building a port facility among others by creating port Hub port in Indonesia, among others: Belawan / Kuala Tanjung, Tanjung Priok / Kali Baru, Tanjung Perak, Makassar and Bitung ports by visiting Mother Vessel or the size of larger vessels with larger loads, and to distribute goods to remote areas in need of Port Feeder port and the government has determined the ports are: Malahayati, Batu Ampar Batam, Teluk Bayur, Jambi, Palembang, Panjang, Tanjung Emas Semarang, Pontianak, Sampit, Banjarmasin, Kariangau Balikpapan, Palaran Samarinda, Pantoloan, Kendari, Tenau Kupang, Ternate, Ambon, Sorong and Jayapura. However, there are still some things that have been forgotten by the government: terminal management system that has not been well organized, Traffik management points Cargo, an integrated system of picking up goods or container dipelabuhan. Until now the regulation has not been regulated, the tariff on freight cost from port to destination has not been regulated by the government so that the competition is so sharp that uncertainty of freight cost to destination, while for land transportation tariff eg railway from Jakarta - Yogyakarta- East Java has been established by the government in this case by the board of PT Kereta Api. As an effort to emphasize unfair competition, it is necessary to stipulate the tariff of goods transport from the port (terminal) to the destination such as from Tanjung Priok Petroleum Terminal to Pulo Gadung Industrial Estate or from Belawan Container Terminal to Industrial Estate I Medan. Determination of tariffs will provide certainty for the owner of the goods at the cost of transporting as well as accelerate the loading and unloading activities of goods dipelabuhan. With the creation of freight rates at the port, the fleet station and the Baran or SP2 release order will shorten the Dwelling Time of goods at the port. The long queue of the freight fleet in the port is due to the owner determining the fleet that will carry the baran to the destination, while the goods are often not exactly above, even the goods are at the bottom, requiring extra disassembly or removal of other items, thus taking a long time to transport one type of goods only. In Central pointsT Traffik management Cargo: arranged among others (fleet station, Tariff determined, Letter of Order of Goods Spread) into one united entity, so it will facilitate the expenditure of goods and loading and unloading dipelabuhan, difficulty determining the goods out, a big impact on performance Bongkar Load Items at the port. With Central points system Traffik management Cargo: the owner of the goods waiting for the goods to the destination and the longest goods to the destination three days after the goods were dismantled from the ship, because Central pointsT Traffik management Cargo: will manage everything both fleet and SP2
CENTRAL POINT TRAFFIK MANAGEMENT
CARGO
Medan, Januari 1 tahun 2018 — Semenjak tercetusnya gagasan Tol laut
oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) merupakan gagasan yang
sangat trategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi masing-masing wilayah di Indonesia
, perbedaan terhadap biaya logistik yang begitu besar membuat pembangunan di
daerah-daerah terpencil mengalami hambatan. Ide pembangunan Tol Laut menjadi
sebuah karya besar bagi sebuah perencanaan pembangunan bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
Melihat dari berbagai sisi moda
transportasi ( Darat, Laut dan Udara), angkutan laut merupakan moda
transportasi yang efektif dan efisien disamping moda transportasi darat sebagai
pendukung, Untuk menciptakan Tol Laut sangat dibutuhkan Menejemen Pelabuhan yang
handal, untuk itu diperlukan Terminal Pelabuhan yang khusus menangani
barang-barang tertentu misalnya terminal penumpang, Terminal Petikemas,
terminal barang curah cair. Terminal barang curah kering dan terminal barang
general cargo. Dalam pengoperasian terminal tersebut diperlukan menejemen yang
handal, sehingga barang dapat dilakukan bongkar muat lebih cepat, murah dan
aman.
Ada beberapa model pengoperasian yang ada saat
ini, namun dirasa belum cukup memberi dampak yang cukup berarti, tingginya
Dwelling Time Time barang (lamanya barang menumpuk) di pelabuhan menunjukkan
masih lemahnya menejemen pelabuhan saat ini. Upaya-upaya penekanan biaya
dipelabuhan terus dilakukan oleh pemerintah dengan membangun fasilatas
pelabuhan antara lain
dengan menciptakan pelabuhan Hub Port di Indonesia antara lain : Pelabuhan
Belawan / Kuala Tanjung ,Tanjung Priok / Kali Baru ,Tanjung Perak ,Makassar dan
Bitung dengan kunjungan kapal Mother Vessel atau ukuran kapal besar dengan
muatan lebih besar, dan untuk menyalurkan barang-barang ke daerah terpencil di
perlukan pelabuhan Feeder Port dan
pemerintah telah menentukan pelabuhan tersebut antara lain : Malahayati, Batu
Ampar Batam ,Teluk Bayur ,Jambi ,Palembang ,Panjang ,Tanjung Emas Semarang
,Pontianak ,Sampit ,Banjarmasin, Kariangau Balikpapan ,Palaran Samarinda
,Pantoloan, Kendari ,Tenau Kupang ,Ternate ,Ambon ,Sorong dan Jayapura, Namun demikian masih ada
beberapa hal yang terlupakan oleh pemerintah yaitu sistem manajemen terminal
yang belum tertata dengan baik, sebuah konsep Central poin Traffik menejemen
Cargo, sebuah sistim terpadu pengambilan barang-barang atau petikemas
dipelabuhan. Sampai saat ini belum
diatur regulasinya, tarif terhadap biaya pengangkutan barang dari pelabuhan ke
tempat tujuan belum diatur oleh pemerintah sehingga persaingan yang begitu
tajam membuat ketidakpastian ongkos angkutan barang ke tempat tujuan ,
sedangkan untuk tarif angkutan darat misal kereta api dari Jakarta –
Yogyakarta- Jawa Timur sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini oleh direksi
PT Kereta Api. Sebagai upaya penekanan persaingan yang tidak sehat perlu
menetapkan tarif angkutan barang dari pelabuhan ( terminal ) ke tempat tujuan misalnya dari
Terminal Petikemas Tanjung Priok ke Kawasan Industri Pulo Gadung atau dari
Terminal Petikemas Belawan ke Kawasan Industri I Medan. Penetapan tarif
tersebut akan memberikan kepastian bagi pemilik barang atas biaya pengangkutan
sekaligus mempercepat kegiatan bongkar muat barang dipelabuhan. Dengan
terciptanya tarif angkutan barang di pelabuhan , adanya stasion armada dan
Surat Perintah pengeluaran Baran atau SP2 akan mempersingkat Dwelling Time
barang di pelabuhan. Antrian panjang armada pengangkutan barang dipelabuhan
akibat pemilik barang menentukan armada yang akan membawa barannya sampai
tempat tujuan, sedangkan barangnya seringkali tidak berada tepat diatas, bahkan
barangnya berada di paling bawah, sehingga perlu pembongkaran ektra atau
pemindahan barang lainnya, sehingga memakan waktu lama untuk mengangkut satu
jenis barang saja. Dalam Central poinT Traffik management Cargo : diatur
antara lain ( Stasion armada, Tarif ditentukan, Surat Perintah Pengeluaran
Barang) menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah, sehingga akan mempermudah
pengeluaran barang dan bongkar muat dipelabuhan, sulitnya menentukan barang
yang keluar, berdampak besar terhadap kinerja Bongkar Muat Barang di pelabuhan.
Dengan sistem Central poinT Traffik management Cargo : pemilik barang menunggu barang sampai tempat
tujuan dan paling lama barang sampai tempat tujuan tiga hari setelah barang
dibongkar dari kapal, karena Central poinT Traffik management Cargo : akan
mengatur semuanya baik armada, maupun SP2 nya.
No comments:
Post a Comment