Monday, January 1, 2018

PERJANJIAN PENGANGKUTAN KAPAL

PERJANJIAN PENGANGKUTAN KAPAL

A. PENGAKUTAN KAPAL

Pengangkutan memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan dalam masyarakat. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab tanpa pengangkutan, suatu usaha tidak mungkin dapat berjalan, barang-barang yang dihasilkan oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai pada tangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, demikian juga agar sampai ke tangan konsumen.

Dalam perkembangan dewasa ini, jasa pengangkutan melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaan. Khusus dalam pengangkutan melalui laut, pengangkutan akan melibatkan banyak pihak yang masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing, tergantung pada pola hubungan yang diinginkan. Dalam lingkup ini kita pasti pernah mendengar istilah charterer, pemilik kapal, shipper, forwarder dan consignee atau penerima barang yang lazimnya merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam alur pengangkutan melalui laut. Mengingat banyaknya pihak yang terlibat, maka yang harus menjadi perhatian adalah mengenai tanggung jawab dan batasannya dalam perjanjian pengangkutan dan memulihkan hak.

Secara umum fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai, dari hal ini jelas bahwa meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan.

Definisi Pengangkutan
Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.

Perjanjian Pengangkutan dikenal juga sebagai Contract of Carriage yang secara umum didefinisikan sebagai: “contract between a carrier of goods or passengers and the consignor, consignee or passenger.”
Dalam Black Law Dictonary, terdapat juga istilah “Contract Carrier” yang didefinisikan sebagai berikut: “A carrier which furnished transportation service to meet the needs of shipper”

Hal ini berbeda juga dengan istilah Contract of Affreigment yang dalam Black Law Dictionary lebih diartikan sebagai kontrak penyewaan kapal.
Dalam Pasal 1 huruf b Hagues rules, penggunaan istilah contract of carriage diartikan dalam kondisi sebagai berikut:

“"Contract of carriage" applies only to contracts of carriage covered by a bill of lading or any similar document of title, in so far as such document relates to the carriage of goods by sea, including any bill of lading or any similar document as aforesaid issued under or pursuant to a charter party from the moment at which such bill of lading or similar document of title regulates the relations between a carrier and a holder of the same.”

Charter Parties

Charter adalah persetujuan antara pihak pemilik kapal dengan pihak pen-charter dimana pemilik kapal mengikatkan diri untuk menyediakan sebuah kapal yang akan digunakan oleh pen-charter, dan pen-charter mengikatkan diri dengan pembayaran suatu harga. Sedangkan Charter Parties atau sering juga disebut Charters adalah suatu bentuk kontrak yang berisikan ketentuan-ketentuan mengenai charter kapal.

Charter Party berasal dari bahasa Latin yaitu Carta Partita .
Jenis charter parties secara umum dapat dibagi atas 3 jenis yaitu :

a. Bareboat charter ( charter tanpa awak )

b. Voyage charter berdasarkan perjalanan dan

c. Time charter atau charter berdasarkan waktu.

Bareboat / Demise Charter Party

Adalah Charter kapal tanpa awak, dimana pen-charter harus melengkapi kapal dan menjalankan semua tanggung jawab terhadap navigasi, manajemen dan pengoperasiannya; karenanya dia bertindak sebagai pemilik kapal dalam semua aspek penting sepanjang masa charter.

Charter kosong tanpa awak atau bareboat charter banyak digunakan sebagai modus untuk menguasai dan mengusahakan sepenuhnya suatu kapal, baik dari segi pertimbangan operasional maupun financial.

Ketentuan-ketentuan mengenai Charter tanpa awak atau bareboat charter diatur dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer”) mengenai sewa menyewa.

Voyage dan Time Charter Party

Pengertian Voyage dan Time Charter berdasarkan hukum Indonesia terdapat dalam pasal 453 Kitab Undang-undang Hukum Dagang ( “KUHD” ).
Charter Menurut Waktu ( Time Charter) adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu ( si yang mencarterkan ) mengikatkan diri untuk, selama suatu waktu tertentu, menyediakan sebuah kapal tertentu kepada pihak lawannya ( si pencarter ) dengan maksud untuk memakai kapal tersebut dalam pelayaran dilaut guna keperluan pihak yang terakhir ini, dengan pembayaran suatu harga, yang dihitung menurut lamanya waktu.

Charter Menurut Perjalanan ( Voyage Charter) adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu ( si yang mencarterkan ) mengikatkan diri untuk, menyediakan sebuah kapal tertentu, seluruhnya atau sebagian, kepada pihak lawannya ( si pencarter ) dengan maksud untuk mengangkut orang-orang atau barang-barang melalui lautan, dalam satu perjalanan atau lebih, dengan pembayaran suatu harga pasti untuk pengangkutan ini.

Persamaan Voyage dan Time Charter, pemiliklah yang mengelola kapal termasuk penunjukan / pengangkatan awak kapal. Dalam hal navigasi dan manajemen, pemilik bertanggung jawab selama jangka waktu kontrak.
Perbedaan antara keduanya adalah
 :(a) Dalam time charter kewajiban membayar bunker, port charges, towage dan sebagainya ada pada pihak pencarter ( see Baltime, clause 4 ), sedangkan dalam voyage charter pengeluaran-pengeluaran diatas ditanggung oleh pemilik
(b) Di dalam time charter, pen-charter bertanggungjawab atas segala kerugian-kerugian yang disebabkan oleh nakhoda beserta officer-officernya atau agen yang menandatangani Bill of Lading atau dokumen lain yang menyertai order tersebut (dari pen-charter), termasuk adanya ketidak sesuaian dokumen-dokumen kapal dan hal-hal yang berkenaan dengan barang yang berlebihan diangkut;
(c) Dasar untuk menghitung freight ( uang tambang – biaya angkutan). Sebagai aturan, freight berdasarkan voyage charter, ditetapkan sesuai dengan ukuran kargo atau dalam bentuk penjumlahan perjalanan, sementara di bawah time charter ditetapkan sesuai dengan waktu yang digunakan.

Yang sering digunakan di Indonesia adalah yang dikeluarkan oleh BIMCO untuk general cargo dengan code name “GENCON”.

Klausula – Klausula yang Esensial dan Peristilahan-peristilahan dalam Charter Party.

1.    Title of contracting parties. Nama dari pen-charter dan pemilik kapal.
2.    2. dan 3. Name of the vessel and warranty of seaworthiness, etc. Jaminan atas kelaiklautan kapal atau sering disebut ‘Good Ship’. Perlu untk diingat bahwa jika kapal mulai loading atau memuat barang, pencharter tidak dapat membatalkan dengan alasan tidak laik laut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kapal yang berlayar dari A ke C lewat B, harus laik laut dari A sampai C.
3.    Description of the vessel. Umumnya berisi gross tonnage, nett tonnage serta draft kapal.
4.    Loading dan Discharging Ports. Penentuan pelabuhan muat dan bongkar dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : nama pelabuhan dapat disebutkan dalam charter party atau pen-charter dapat diberi pilihan untuk mengajukan satu atau lebih nama pelabuhan – pelabuhan muat atau bongkar, yang umumnya merupakan pelabuhan yang aman, yang terletak dalam range geografikal tertentu.
5.    Cargo to be carried. Dalam voyage charter disebutkan pula jumlah cargo yang akan dibawa, hal mana tidak perlu disebutkan dalam time charter. Namun dalam time charter tetap perlu dicantumkan bahwa barang atau cargo yang diangkut bukan merupakan barang atau cargo yang dilarang dan juga radius perdagangan atau trading juga perlu ditulis dalam charter party.
6.    Position of the Vessel (untuk Voyage Charter). Informasi mengenai posisi kapal harus disebutkan secara tepat dan detil. Jika pemilik menyebutkan posisi kapal saat ini di kota A and kemudian pen-charter dapat membuktikan bahwa posisi kapal bukan di kota A maka pen-charter dapat membatalkan Charter Party. Dalam Time Charter tanggal saat kapal siap serta tempat penyerahan disebutkan dalam klausula ini.
7.    Remuneration. Untuk Voyage Charter, freight dibayar berdasarkan jumlah barang yang dibawa, sedangkan untuk Time Charter, pembayaran didasarkan atas lamanya periode penyewaan.
8.    Lay days and how they count. Klausula ini hanya berlaku untuk Voyage Charter Party. Dalam Time Charter pemilik tidak concern mengenai masalah waktu yang digunakan untuk muat dan bongkar barang.
9.    Days of demurrage and dispatch and the rate. Penjelasan diatas juga dapat diaplikasikan untuk klausula ini. Jika kapal dapat muat dan bongkar dalam waktu kurang dari waktu yang ditentukan, pemilik kapal membayar uang “dispatch” sebagai kompensasi atas waktu yang dapat di save. Sebaliknya jika waktu yang digunakan untuk muat dan bongkar barang melebihi waktu yang ditentukan maka pen-charter berkewajiban membayar biaya kelebihan waktu (demurrage) sebagai kompensasi atas waktu yang hilang.
10. Brokerage clause. Menyatakan jumlah kompensasi yang harus dibayarkan kepada broker.
11. Lien Clause. Hak yang diberikan kepada pemilik kapal untuk menahan cargo karena tertundanya pembayaran freight atau hari oleh pen-charter.
12. Act of God clause. Klausula ini sama dengan klausula di “The Carriage of Goods by Sea Act “ dan aplikasinya.
13. Exemptions from liability clause. Klausula ini termasuk kejadian- kejadian dimana pemilik mengajukan pelepasan tanggung jawab. Bentuk-bentuk pelepasan tanggung jawab antara lain adalah sebagai berikut :
a.  Barratry. Adanya kesalahan yang dilakukan secara sengaja dari nakhoda dan/atau crew tanpa diketahui oleh pemilik. Perbuatan yang dilakukan oleh Nakhoda dan atau crewnya tanpa bermaksud menipu atau melakukan penggelapan terhadap pemilik, serta tindakan-tindakan yang tidak termasuk perbuatan criminal, tidak dapat dikategorikan sebagai barratry.
b.  Capture and Seizure. Tindakan pengambilan kapal oleh musuh atau oleh Negara yang sedang berperang atau pengambilan secara paksa.
c.  Queen`s enemies. Tindakan-tindakan oposisi yang melakukan perlawanan terhadap pemegang kuasa.
d.  Restraint of Princess. Kejadian dimana perjalanan kapal terhambat atau terganggu karena ada gangguan dari kekuatan politik Negara, seperti embargo, atau larangan membawa cargo.
e.  Perils of the sea. Sebagaimana dijelaskan dalam “Carriage of Goods by Sea Act “.
14. Averange Clause. Klausula tersebut menyebutkan bahwa general average dibayarkan berdasarkan peraturan York – Antwerp.
15. Arbitration Clause. Perselisihan akan diselesaikan oleh Arbitrasi ,
16. Penalty for non-fulfilment clause. Jumlah yang harus dibayar (penalty) jika terjadi default dalam melaksanakan perjanjian Charter Party.
17. Sub-letting Clause. Klausula yang mencantumkan pemberian ijin atau pelarangan men-subcharter kan kapal.
18. Deviation and Salvage Clause. Pemberian ijin atau pelarangan kapal untuk melakukan penyimpangan tujuan untuk penyelamatan nyawa orang, dan juga untuk tujuan salvage.

Berikut ini klausula-klausula yang sering dimasukkan dalam Time Charter Party:
1.      Clause as to who pays fuel and port charges. Klausula ini menetapkan bahwa semua biaya-biaya termasuk bahan bakar kapal dan biaya-biaya pelabuhan dibayar oleh pen-charter.
2.      Provision that time ceases on breakdown atau breakdown clause. Adalah penyesuaian (pengurangan) uang sewa (hire) jika kapal rusak dan berhenti beroperasi. Pada umumnya penyesuaian diberikan jika kerusakan kapal yang menyebabkan tidak dapat beroperasinya kapal melebihi waktu 24 jam.
3.      Return of overpaid hire if vessel is lost. Pemilik kapal tidak dapat men-charge atau meminta pembayaran sejak hilangnya kapal. Dalam hal pen-charter telah membayar lunas selama masa sewa maka pemilik kapal berkewajiban mengembalikan sisa pembayaran yang dihitung sejak kapal hilang.
4.      Charterer`s right to complain of master and chief engineer. Memberikan hak kepada penyewa atau charterer untuk melakukan teguran terhadap pemilik atas perbuatan anak buah pemilik (awak kapal), dan selanjutnya memberikan teguran kepada awak kapal. Dalam beberapa charter party (demise or bareboat charter), charterer diberi hak untuk menunjuk dan mengangkat seluruh awak kapal termasuk nakhoda dan chief engineer, dan selama masa sewa, pemilik tidak mempunyai kontrol atas kapalnya.
5.      Charterer`s obligation to provide master with full sailing directions. Pen-charter berkewajiban untuk memberikan informasi yang lengkap dan jelas mengenai arah berlayar kapal, kelalaian diatas menyebabkan keterlambatan.
6.      Withdrawal clause yaitu pemberian hak kepada pemilik untuk menarik kembali kapalnya jika pen-charter terlambat atau tidak membayar.

Klausula-klausula yang dimasukkan dalam Voyage Charter :
1.      Limitation of liability atau Cesser Clause. Tanggung jawab Pen-charter selesai/berhenti sejak barang di muat dan telah melunasi seluruh kewajiban pembayaran antara lain, freight dan demurrage telah dipenuhi.
2.      Description of Cargo. Pen-charter harus menuliskan dalam charter party mengenai jenis cargo termasuk jumlahnya secara komplit dan terinci. Contoh dari klausula ini : the Charterer shall load a full and complete cargo of ………….. not exceeding …………… tons, not less than ………….. tons’.
3.      Option of other ports and cargoes. Memperkenankan kapal untuk membawa cargo lain selain yang sudah ditentukan di dalam Charter Party, umumnya dengan freight yang sama. Selain itu klausula ini juga memberikan opsi kepada kapal untuk berhenti di pelabuhan lain untuk bongkar dan muat.

Beberapa istilah – istilah yang sering muncul sehubungan dengan Charter Party :
1.      Always afloat Artinya kapal tersebut harus tetap mengapung selama loading dan discharging, dan tidak boleh sama sekali dalam posisi kandas atau sedang docking.
2.      Redelivered in like good order and condition. Setelah masa sewa berakhir, Pen-charter berkewajiban mengembalikan kapal dalam kondisi sama seperti pada saat kapal diserahkan kepadanya, tentunya dengan toleransi kerusakan kecil yang dapat diterima (fair wear and tear). Pen-charter berkewajiban untuk memperbaiki kapal jika terjadi kerusakan-kerusakan pada masa berlangsungnya charter party.

3.      Representation or mispresentation. Suatu kejadian yang timbul dimana informasi yang diberikan dalam charter party tidak benar, yang dapat menyebabkan timbulnya klaim dari pihak yang dirugikan.

No comments:

Post a Comment

GUBERNUR SUMUT JANJILAH PADA RAKYAT SUMUT HARGA RUMAH DI BAWAH 50 JUTA

JIKA CALON GUBERNUR SUMUT PERIODE 2019 S.D 2024 BERJANJI ADA RUMAH HARGA DIBAWAH 50 JUTA DAN DP 0% MAKA DENGAN SUKA RELA SAYA BERJANJI ...