PRODUKTIFITAS
BONGKAR MUAT DAN DWELLING TIME
Dwelling Time adalah waktu lamanya
barang atau petikemas menumpuk di gudang atau di lapangan penumpukan.
JAKARTA (beritatrans,com)-Direktur
Utama (Dirut) Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino mengatakan untuk
mewujudkan konsep poros maritim atau tol laut dan menekan cost logistic tidak
perlu buru-buru membangun banyak pelabuhan dan membeli banyak kapal. Tapi cukup
dengan meningkatkan produktifitas pelabuhan. “Jangan tergesa-gesa membangun
pelabuhan baru dan membeli banyak kapal. Tapi tingkatkan dulu produktifitas
seluruh pelabuhan yang sudah ada. Misalnya bongkar muat kontainer ditingkatkan
dari rata rata 10 box/jam menjadi 25 box /jam,” kata Lino pada diskusi akhir
tahun di kantornya, kemarin. Selain meningkatkan produktifitas bongkar muat
juga perlu mengurangi waiting time (waktu tunggu kapal untuk bongkar), menekan
dwelling time (lamanya kapal di pelabuhan) yang saat ini masih 5,2 hari serta
meningkatkan SDM yang mengoperasikan pelabuhan. “Buat apa banyak membangun
pelabuhan baru dan menambah banyak kapal kalau produktivitas pelabuhan masih
rendah seperti bongkar muat rata-rata masih 10 box/jam, dwelling time masih 5,2
hari seperti sekarang ini. Dampak produktivias pelabuhan masih rendah menyebabkan
kapal menghabiskan banyak waktu (65 persen) di pelabuhan dan hanya 35 persen
waktunya untuk berkayar. Untuk mendukung pendapatnya, Lino memberikan contoh
Pelabuhan Tanjung Priok. Tahun 2009 throughput petikemas hanya 3,6 juta TEUs.
Tapi setelah dilakukan penataan lahan dan penambahan alat proyeksi 2015 tembus
10 juta TEUs, ujarnya. Khusus mengenai masih tingginya biaya logistik di
Indonesia (24,6 % dari GDP), Lino mengatakan penyebab tertinggi karena
inventory stock (persedian stok barang muatan) mahal dan mayoritas menggunakan
moda transportasi darat yang biayanya 10 kali lebih mahal dari moda
transportasi laut. Lino mengatakan pihaknya akan memanfaatkan moda transportasi
darat untuk hubungkan Pelabuhan Priok dengan daerah industri dan logistik. IPC
sedang memproses pengambilalihan 45 persen saham calon mitra pemegang konsesi
jalan tol Lingkar Jakarta II Cibitung-Cilincing. Sedangkan transportasi kereta
api, IPC menggagas kerjasama pembangunan jalur kereta api baru yang
menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Kawasan Berikat Nusantara (KBN)
dan daerah indusatri Cikarang. Untuk transportasi laut IPC akan memanfaatkan
kanal sepanjang 40 km dari Tanjung Priok ke kawasan industri Cikarang dengan
estimasi biaya kurang dari Rp 1 triliun. Kanal tsb nantinya akan menjadi jalur
transportasi yang bisa dilewati tongkang bermuatan maksimal 60 box kontainer.
(Wilam)
http://beritatrans.com/2014/12/30/rj-lino-produktifitas-masih-rendah-ngapain-buru-buru-bikin-banyak-pelabuhan/#sthash.331zki4O.dpuf
Strategi Rizal Ramli Selesaikan Masalah Dwelling Time
Sebuah truk membawa peti
kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (5/8/2015). BPS melaporkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 4,67 persen pada kuartal II 2015, turun
dari 4,71 persen pada kuartal pertama 2015. (REUTERS/Beawiharta)
Liputan6.com,Jakarta- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menghasilkan
sejumlah strategi untuk dilaksanakan mengatasi lamanya waktu bongkar muat di
pelabuhan atau dwelling time.
Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengatakan strategi tersebut adalah
menerapkan kembali jalur hijau dan jalur merah pada barang yang akan keluar
masuk pelabuhan. Barang yang termasuk kategori jalur merah dievaluasi kembali,
jika layak akan dipindahkan ke jalur hijau. Sehingga akan memangkas proses
perizinan yang memakan waktu.
"Dulu kami
kembangkan sistem jalur hijau dan merah, importir eksportir kredibel yang tidak
neko-neko dimasukkan jalur hijau. Akan tetapi buat importir eksportir yang
reputasinya dirgukan masuk jalur merah," kata Rizal, di Kantor Kementerian
Kordinator Bidang Maritim, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Rizal
menambahkan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengubah
lokasi pemeriksaan di pabrik atau lokasi lain di luar pelabuhan. Langkah itu
dilakukan untuk mempercepat proses pemeriksaan barang yang akan diekspor.
"Kedua kita
terlalu banyak pra audit. Padahal di Undang-undang Bea Cukai yang saya bantu
bikin yaitu kembangkan post audit tidak usah diperiksa di Tanjung Priok tapi
secara random di pabriknya. Paradigma shift kalau masuk jalur hijau kami
lakukan post audit," tutur Rizal.
Strategi
berikutnya adalah peningkatan biaya penyimpanan kontainer pelabuhan Tanjung
Priok. Rizal menduga ada permainan antara pemilik barang dengan operator
pelabuhan tersebut dalam penyimpanan barang di pelabuhan. Lantaran biaya
penyimpanan di luar pelabuhan lebih mahal.
"Ketiga
biaya penyimpanan kontainer di Tanjung Priok murah banget ketimbang di gudang
luar. Pelindo senang juga kontainer di situ dapat Rp 1 triliun kalau lama, kita
ubah sistem biayanya supaya kita naikan," ungkapnya.
Ia melanjutkan,
strategi lain adalah mengaktifkan kereta barang sebagai alat angkut di
pelabuhan, dengan begitu dapat memangkas arus lalulintas truk barang di
pelabuhan.
"Yang
keempat dari dulu bertengkar antara Pelindo dan PT KAI. Pelindo tidak mau masuk
jalur Kereta barang antara loading dan unloading karena takut bisnisnya berkurang
sekarang tidak ada penolakan, kalau tidak mau kepret!," tegas Rizal.
Strategi terakhir
adalah menggunakan sistem informasi dalam pengurusan perizinan, Rizal
memperkirakan jika sistem tersebut diterapkan dapat mempercepat proses izin
karena terintegrasi. (Pew/Ahm).
Bisnis.com, BOGOR - Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)
R.J. Lino memaparkan tiga strategi untuk meningkatkan kinerja sektor pelabuhan,
maritim, dan logistik di Tanah Air.
Di sela-sela peresmian IPC Corporate
University, Lino menuturkan salah satu faktor utama rendahnya produktivitas di
pelabuhan adalah belum optimalnya operasional alat bongkar muat
kontainer.
Di Indonesia, Faktor Pertama adalah
Peningkatan Produktivitas Bongkar Muat barang di pelabuhan , bongkar muat
kontainer masih sekitar 10 boks per jam, padahal Kemampuan crane mencapai 25-30 boks per jam. "Untuk
meningkatkan ini diperlukan effort ( yang besar karena berkaitan
dengan orang bukan mesin," ujar Lino, Selasa
Sebagai contoh, lanjutnya, Jakarta
International Container Terminal (JICT) membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun
untuk meningkatkan produktivitas dari 14 boks per jam pada 1999 menjadi 25 boks
per jam pada 2009.
"Faktor kedua, shipping network kalau
diubah dari point to point saat
ini menjadi hub seperti
konsep tol laut dapat menekan biaya hampir 50%," tuturnya.
Faktor ketiga, lanjut Lino, adalah
tingginya harga bahan bakar minyak yang harus dibayar oleh perusahaan pelayaran
dalam negeri. Menurut Lino, harga BBM yang dibayar perusahaan dalam negeri 98%
lebih tinggi dibandingkan pelaku pelayaran Singapura.
BBM Pertamina dipatok US$589/ton,
sedangkan di Singapura harganya US$297/ton. "BBM ini 60% dari total
biaya," lanjutnya.
Menanggapi harga BBM Pertamina yang
tinggi, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan hal tersebut sedang dikaji
pemerintah. Rini pun mengakui kilang-kilang Pertamina sudah sedikit tua,
sehingga beroperasi dengan tidak efisien.
"Ini sedang kita lihat cost apa
yang kita bisa turunkan, karena BBM Pertamina ini bukan hanya di pelabuhan tapi
juga avtur di penerbangan. Kita harapkan tidak subsidi, masih tetap harapkan
turunkan cost produksi,"
pungkas Rini.
DAMPAK TOL LAUT
Dengan adanya Tol Laut maka akan mempengaruhi
tingkat kemajuan pada segala sektor
produksi baik produksi barang maupun jasa antara lain akan berpengaruh pada
kemajuan sektor :
1. Perikanan
2. Wilayah
3. Bioketnologi
4. Wisata
Bahari
5. Minyak
bumi
6. Transportasi
laut
7. dan
sektor lainnya.
Gambaran Tol Laut ini akan memberikan
gambaran awal, proses menejemen transportasi laut selanjutnya yaitu dari
menejemen operasional kapal (shipping), Menejemen Pelabuhan (Port Management),
Penangganan Bongkar Muat Barang di Pelabuhan, Menejemen Jasa Ekpedisi Muatan
Kapal Laut (EMKL), Posedur Ekport dan import di pelabuhan. dalam berikutnya
akan kita coba kita uraiakan secara lengkap dan terperinci, sehingga kita dapat
melaksanakan proses dan terlaksana kegiatan moda transportasi secara baik
No comments:
Post a Comment